SOLOPOS.COM - Tuna netra asal Dukuh Bakalan, Desa Karanggeneng, Kecamatan/Kabupaten Boyolali, Ngatemin, 50, yang kebingungan mencari sertifikat yang telah ia gadaikan belasan tahun lalu saat berada di rumah kakaknya di wilayah setempat, Senin (24/6/2024). (Solopos.com/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI – Ibarat pepatah sudah jatuh tertimpa tangga, itulah yang dialami seorang tukang pijat tuna netra asal Boyolali bernama Ngatemin, 50.

Pria asal Dukuh Bakalan RT 001 RW 006, Desa Karanggeneng, Kecamatan/Kabupaten Boyolali, itu kehilangan sertifikat ia gadaikan belasan tahun silam.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Tak hanya itu, Ngatemin justru kena tipu Rp7 juta saat hendak mengambil sertifikat ke orang yang mengaku tahu keberadaan surat berharganya tersebut.

Saat dijumpai Solopos.com, Senin (24/6/2024), Ngatemin mengaku saat itu ia membutuhkan uang untuk kebutuhan hidup dan pengobatan istri yang sakit parah.

Sehingga sertifikat rumahnya ia gadai Rp2 juta kepada perseorangan yang ia sebut Bu Ririn.

Saat hendak mengambilnya, ia merasa dilempar ke sana-kemari bersama sang kakak, Dariyo, tak kunjung mendapatkan kejelasan.

Hingga akhirnya, mereka merasa ada titik terang karena ada orang yang mengatakan tahu keberadaan sertifikatnya ada di Solo.

Namun untuk menebus sertifikat tersebut, ia harus memberi uang Rp10 juta.

“Akhirnya saya utang uang, dapatnya Rp7 juta, untuk membayar tersebut,” jelasnya saat ditemui di rumah kakaknya wilayah Bakalan.

Kemudian, sang kakak berangkat untuk bertemu kepada orang yang mengaku mengetahui sertifikat di sebuah warung angkringan wilayah Banyuanyar, Solo.

Uang sepakat diberikan sejumlah Rp7 juta atas dasar kepercayaan, dan kebetulan sang kakak juga mengenal orang yang membawanya sisa Rp3 juta bakal diberikan ketika sertifikat sudah sampai di tangan.

Dariyo juga menerima kuitansi tanda pembayaran senilai Rp7 juta.

Ngatemin dan Dariyo menunggu kedatangan sertifikat tersebut berbulan-bulan akan tetapi tak kunjung ada kabar.

Hingga mereka diduga menjadi korban penipuan.

Bak jatuh tertimpa tangga, Ngatemin yang tak tahu keberadaan sertifikatnya kini harus menelan pil pahit karena tidak ada kejelasan uang Rp7 juta yang diberikan.

“Saya itu hanya tukang pijit, dapat uang Rp7 juta kalau bukan dari utang ya dari mana? Saya keinginannya sertifikat bisa balik,” kata dia.

Sosok Bu Ririn

Dimintai konfirmasi terpisah, sosok Bu Ririn yang disebut ternyata bertempat tinggal di perumahan dekat kediaman Ngatemin.

Ia bernama lengkap Dwi Harini.

Dwi Harini menceritakan sekitar 13 tahun yang lalu, Ngatemin datang kepadanya untuk meminjam uang Rp3 juta dengan menggadaikan sertifikat.

Ia mengaku tak memiliki uang sebanyak itu sehingga mencarikan ke temannya lagi yang juga perorangan.

“Sertifikat ditinggal di sini, bilang butuh Rp3 juta. Namun saat itu bisa cair Rp13 juta. Uang tersebut saya kasihkan ke Mas Min [Ngatemin],” kata dia.

Harini kemudian mengaku telah meminta Ngatemin untuk mengangsur ke temannya tersebut.

Sepengetahuannya, Ngatemin telah mengangsur satu kali dan karena waktunya telah lama, ia mengira angsuran telah selesai.

Lalu akhir-akhir ini ia juga kaget ternyata sertifikat Ngatemin belum ditebus.



Dwi Harini kemudian mengecek ke temannya apakah sertifikatnya masih dan dikatakan aman dan berada di saudaranya yang ada di Solo.

Sampai akhirnya Ngatemin menyerahkan uang Rp7 juta yang akhirnya tidak jelas keberadaan sertifikatnya.

“Saya, bapaknya [Pak Dariyo], pokoknya empat orang saya antar ke sana [pembawa sertifikat], ternyata uangnya tidak sampai ke orang yang bawa sertifikat,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya