SOLOPOS.COM - Makam Kiai Abdul Qohhar berada di belakang Masjid Al Qohhar di Dukuh Ngruweng, Desa Wiro, Kecamatan Bayat, Rabu (26/6/2024). (Solopos.com/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN–Dukuh Ngruweng, Desa Wiro, Kecamatan Bayat, Klaten, memiliki keterikatan sejarah dengan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Dulu, di dukuh itu tinggal tokoh masyhur yang menjadi guru spiritual raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Sinuhun Pakubuwono (PB) IV hingga PB IX.

Adalah Kiai Abdul Qohhar, ulama karismatik yang pernah tinggal dan menyebarkan agama Islam di wilayah Ngruweng dan sekitarnya di Klaten. Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat tak sungkan untuk datang ke Bayat menerima wejangan dari Kiai Abdul Qohhar. Dalam memberikan wejangan kepada sang raja, Kiai Abdul Qohhar memiliki cara yang unik.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Seperti yang dikisahkan salah satu keturunan Kiai Abdul Qohhar, Supono, 60. Setiap kali memberikan wejangan kepada sang raja, Kiai Abdul Qohhar memilih berada di tengah perairan. Tujuanya agar mendapatkan suasana tenang dan pesan-pesannya mudah diterima.

”Intinya Eyang Abdul Qohhar kalau memberikan wejangan ke Sinuhun harus di tengah samudera agar mudah didengar oleh siapa pun,” kata Supono saat berbincang dengan Solopos.com, Jumat (28/6/2024).

Lantaran wilayah Bayat jauh dari laut, Kiai Abdul Qohhar membuat kolam yang di tengahnya terdapat pulau kecil. “Setiap kali memberikan wejangan di pulau tengah kolam ini,” kata Pono.

Kolam itu hingga kini masih ada dan airnya melimpah. Sumber air berasal dari sendang setempat dan kini dimanfaatkan sebagai sumber air bersih sebagian warga kampung dengan dialirkan ke rumah-rumah. Kolam tersebut berada di sebelah Masjid Al Qohar berukuran 25 meter x 35 meter dengan kedalaman 2 meter hingga 3 meter. Di tengah kolam terdapat pulau kecil.

Pono menjelaskan Kiai Abdul Qohhar bukan berasal dari Bayat Klaten. Ulama itu berasal dari Ponorogo, Jawa Timur. Ilmu-ilmu yang diajarkan Kiai Abdul Qohhar hingga kini masih diamalkan.

“Ilmunya banyak sekali dan sampai sekarang dari Ponorogo, Kediri, Blitar, semuanya menggunakan amalan dari Mbah Kiai Abdul Qohhar,” jelas Pono.

Disinggung Kiai Abdul Qohhar bisa sampai tinggal di wilayah Bayat, Pono mengisahkan kala itu Kiai Abdul Qohhar diminta memilih tanah keraton untuk dia tinggali. Kiai Abdul Qohhar kemudian memiliki wilayah Dukuh Ngruweng yang sebenarnya daerah tandus. Namun, daerah itu dekat dengan kompleks makam Sunan Pandanaran. Konon, Kiai Abdul Qohhar masih memiliki garis keturunan dengan Sunan Pandanaran, ulama yang menyebarkan agama Islam di wilayah Tembayat atau Bayat dan sekitarnya.

Soal nama Ngruweng yang kini menjadi nama kampung, Pono menjelaskan ada keterkaitan dengan Kiai Abdul Qohhar. Ada berbagai versi asal-usul nama itu. Namun, seluruh versi berkaitan dengan Kiai Abdul Qohhar.

Pono menjelaskan wilayah Ngruweng berada di tepi jalan raya. Setiap ada yang melintas selalu ada orang teriak-teriak. “Istilahnya kalau dari Ponorogo, Kiai Abdul Qohhar bilang kok pendak dina enek sing ngruweng. Itu versi pertama. Versi berikutnya yakni waktu babat alas, Kiai Abdul Qohhar menggunakan keris bernama Keris Kruweng untuk menaklukkan makhluk gaib. Dari nama keris itu kemudian menjadi nama Ngruweng. Versi ketiga yakni Ngruweng dalam bahasa Sansekerta itu artinya halus. Tujuan pemberian nama itu agar keturunan Kiai Abdul Qohhar menjadi orang yang halus,” kata Pono.

Untuk mengenang dan meneladani jejak ulama tersebut, saban tahun digelar Haul Agung Kiai Abdul Qohhar. Seperti yang digelar Rabu (26/6/2024) diisi dengan kirab sekar, pasang langse, hingga manakib serta selawat.

Panitia Haul Agung Kiai Abdul Qohhar, Mas Ngabehi Tino Suharjo Rekso Prasetyo, menjelaskan Kiai Abdul Qohhar merupakan ulama yang menjadi guru spiritual PB IV hngga PB IX. “Menurut catatan yang kami terima, Kiai Abdul Qohhar merupakan salah satu ulama yang menyebarkan agama Islam di wilayah sini dan waktu itu hingga sinuhun PB IV sampai ke sini untuk belajar menerima wejangan dari KH Abdul Qohhar sampai Sinuhun PB X,” kata Tino saat ditemui wartawan di sela kegiatan.

Tino menjelaskan PB IV hingga PB IX belajar berbagai hal kepada Kiai Abdul Qohhar mulai dari pelajaran agama, pemerintahan, hingga sosial. Kiai Abdul Qohhar wafat sekitar 1770an Jawa atau 1840-an Masehi. Makamnya kini berada di belakang Masjid Al Qohhar, Dukuh Ngruweng, Desa Wiro, Kecamatan Bayat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya