SOLOPOS.COM - Para anggota organisasi perempuan mengikuti seminar tentang pola pengasuhan anak di Pendapa Sumonegaran Sragen, Jumat (28/6/2024). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN-Pegiat Yayasan Setara Semarang, Hidayatul Sholihah, mengatakan pola pengasuhan yang salah berpengaruh pada perilaku anak-anak muda sekarang, khususnya di Kabupaten Sragen. Maraknya kasus pengeroyokan dan tindak kekerasan yang belakangan dirilis Polres Sragen menunjukkan pola pengasuhan keluarga yang timpang. Dasar pengasuhan itu ada dua, yakni 80% psikis dan 20% fisik.

Berdasarkan catatan Solopos.com, Polres Sragen membekuk tiga orang pemuda pelaku aksi pengeroyokan terhadap seorang pemuda gara-gara mengenakan jaket dengan atribut organisasi tertntu di Pasar Pojok, Desa Manjenang, Kecamatan Sukodono, Sragen. Dari kasus itu, polisi menangkap tiga orang pelaku dengan umur 21 tahun-28 tahun dari desa/kelurahan yang berbeda.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Selain itu ada pemuda berumur 24 tahun yang nekat mencuri sapi milik pamannya sendiri di wilayah Desa Kebonromo, Ngrampal, Sragen. Selama ini pemuda itu tinggal di rumah neneknya sedangkan orang tuanya di Jakarta. Kasus penganiayaan juga terjadi di Jalan Raya Sukowati Nglorog dengan pelaku berumur 41 tahun dan pencurian dengan kekerasan atau jambet dengan pelaku berumur 28 tahun.

Kemudian ada juga kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur juga dilakukan seorang pemuda yang baru berumur 20 tahun di sebuah penginapan di Objek Wisata Gunung Kemukus Sragen.

Pegiat Yayasan Setara Semarang, Hidayatul Sholihah, menekankan pentingnya pola pengasuhan yang benar sejak dini saat memberikan pembinaan kaum perempuan di Pendapa Sumonegaran Sragen, Jumat (28/6/2024) siang. Saat berbincang dengan wartawan seusai kegiatan, Hidayatul mengatakan harapan semua orang tua terhadap anak tinggi tetapi terkadang dilakukan dengan cara yang salah yakni dengan penekanan dan kekerasan.

Dia menyampaikan dasar pengasuhan di rumah terhadap anak-anak itu harus terpenuhi yakni 80% psikis, yakni pola asuh dengan kasih sayang, perhatian, dan seterusnya; dan 20% fisik.

“Kalau yang 80% ini tidak terpenuhi maka anak menjadi pendiam, bahkan lebih nyaman dengan temannya karena tidak nyaman di rumah. Anak beranggapan rumah bukan tempat untuk pulang. Artinya, kalau 80% pola asuh psikis ini tidak terpenuhi maka anak pada saat dewasa bisa memiliki perilaku pemerkosa, pembunuh, ikut terlibat tawuran, dan seterusnya. Hal itu merupakan dampak dari pengasuhan yang salah,” jelasnya.

Ketika orang tua mengasuh anak dengan melakukan kekerasan verbal dan psikologis itu, kata dia, akan berdampak buruk pada perilaku anak. Hukuman fisik dan kekerasan verbal pun, ujar dia, juga berdampak pada anak dan mempengaruhi perilaku anak.

Dalam mengasuh anak, Hidayatul menyampaikan orang tua harus memahami disiplin positif, konsekuensi logis, dan mendorong penguatan pada anak. Disiplin positif itu, jelas dia, dilakukan dengan cara dialog dengan anak untuk memahamkan kepada anak bahwa perilaku buruk itu akan berdampak kepada orang lain. Dia melanjutkan konsekuensi logisnya, orang tua harus mendekati anak dan membangun koneksi dengan anak.

“Membangun koneksi itu tentunya tidak dilakukan saat anak sudah berumur 18 tahun tetapi justru sejak masih kecil sudah dibangun koneksi. Pendapat anak ini juga butuh dihargai. Pengasuhan ini tidak ada sekolahnya tetapi perlu direfleksikan bagaimana anak tidak mendapat kekerasan dari orang tuanya,” jelasnya.

Ketika orang tua banyak kesibukan pekerjaan, jelas dia, bukan menjadi alasan untuk jauh dari anak karena membangun koneksi dengan anak itu sebenarnya tidak dibatasi ruang dan waktu. Dia menerangkan koneksi itu terwujud ketika ada kepercayaan dan saling perhatian satu sama lain dan ada kepedulian dengan anak. Ketika menasihati, kata dia, dilakukan bukan satu arah tetapi dengan berdialog dua arah sehingga orang tua memahami kondisi dan perkembangan anak.

Untuk pencegahan salah pola pengasuhan itu, Hidayatul menyampaikan perlu ada sosialisasi lewat organisasi-organisasi perempuan di Sragen seperti Muslimat, Fatayat, Aisyiyah, dan seterusnya. Dia menyampaikan anak-anak yang rentan sosial ini harus dideteksi dini sehingga tidak terjerumus pada perilaku menyimpang.

“Biasanya anak-anak yang jauh dari orang tua atau tinggal bersama simbahnya, mereka ini anak-anak rentan yang perlu diintervensi. Sragen memiliki banyak lembaga yang konsen terhadap perempuan dan anak,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya