SOLOPOS.COM - Perajin di Desa Kebonharjo, Kecamatan Polanharjo, Klaten, merampungkan pembuatan kipas di tempat usahanya, Rabu (12/6/2024). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Salah satu potensi kerajinan di Klaten yakni kerajinan kipas serta dompet asal Kecamatan Polanharjo, yang sempat terpuruk saat pandemi Covid-19 kini mulai bangkit lagi. Produknya bahkan sudah membanjiri pasar Jakarta dan Bali.

Sentra perajin kipas serta dompet itu terutama berada di wilayah Desa Keprabon serta Kebonharjo, Kecamatan Polanharjo. Salah satunya tempat usaha kerajinan kipas dan dompet di Dukuh Sirukun, Desa Kebonharjo, milik Surani, 51.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Pesanan datang dari para pedagang maupun perorangan. Hasil kerajinan kipas serta dompet biasa digunakan untuk suvenir saat acara hajatan serta dipasarkan di tempat wisata. Di antaranya yang sedang ramai yakni pesanan dompet untuk dipasarkan di wilayah Bali.

Dalam dua hari, tempat usaha milik Surani bisa memproduksi 1.000 kipas maupun dompet. Surani menjelaskan permintaan sebenarnya melonjak sejak memasuki kemarau tahun ini atau selepas Lebaran lalu.

“Permintaan sebenarnya banyak. Tetapi kami terkendala bahan baku. Terutama bambu untuk bagian gagang. Karena tidak setiap saat bahannya selalu tersedia,” jelas Surani saat berbincang dengan Solopos.com, Rabu (12/6/2024).

Dalam proses produksi kipas, Surani memberdayakan warga sekitar. Mayoritas dikerjakan di rumah masing-masing warga. Ada yang memotong kain, membuat garan (gagang), mengelem, dan lain-lain. Setidaknya ada 30 orang yang membantu Surani menyiapkan bahan-bahan tersebut dan dikerjakan dari rumah.

Soal harga, Surani menjelaskan kipas maupun dompet yang ia produksi harganya bervariasi, salah satunya tergantung ukuran. Harganya dari Rp1.800 hingga Rp3.600 per kipas. Sementara harga dompet dari Rp1.000 hingga Rp8.000 per dompet. “Itu harga dari sini. Kalau sudah sampai di Bali, harganya tentu sudah berbeda,” kata Surani.

Oleh-oleh dan Suvenir

Selain menjadi oleh-oleh serta suvenir, Surani juga kerap menerima pesanan undangan dalam bentuk kipas lipat. Pesanan itu biasanya datang dari wilayah Jakarta dan sekitarnya.

Surani membenarkan usaha kerajinan kipas sudah digeluti warga secara turun temurun. Dulunya, gagang kipas menggunakan tanduk kerbau. Lantaran bahan bakunya semakin sulit didapat, ia beralih menggunakan bambu.

Surani bersama suaminya, Asmono, sudah menjalankan usaha tersebut sejak 16 tahun lalu. Saat masa pandemi Covid-19 antara 2020-2021, tempat usaha milik Surani serta usaha kerajinan kipas lainnya sempat terpuruk.

Saat itu sempat ada pembatasan kegiatan termasuk larangan menggelar kegiatan hajatan dengan mengundang banyak orang serta larangan objek wisata buka. “Dulu sempat anjlok karena pandemi. Sempat ganti usaha sortir cabai. Kemudian sedikit-sedikit ada pesanan lagi setelah pernikahan boleh kembali digelar di gedung,” kata Surani.

Salah satu perajin, Sri Lestari, 54, mengatakan sudah puluhan tahun membantu proses produksi kipas di tempat Surani. Dari rumahnya, Tari bertugas memotong kain sesuai mal dan disetorkan ke tempat usaha milik Surani.

Dalam sehari rata-rata dia bisa memotong kain untuk 30 kodi. “Alhamdulillah bisa untuk bantu-bantu keuangan keluarga bisa sambil mengurus rumah,” kata Tari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya