SOLOPOS.COM - Pengukuhan Sekolah Keberagaman dalam acara Festival Jurnalisme Toleransi Keberagaman yang diadakan Solopos Institute di Pendaphi Gedhe, Balai Kota Solo, Kamis (27/6/2024). (Solopos.com/Dhima Wahyu Sejati)

Solopos.com, SOLO—Terkadang beberapa kelompok atau komunitas di masyarakat menginginkan semua harus sama dan menganggap selain pandangannya sudah pasti salah.

Padahal setiap orang, tidak hanya secara fisik, namun dari cara berpikir, laku hidup, sampai persoalan selera saja tidak mungkin bisa seragam.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

“Maka seharusnya perbedaan itu dianggap rahmat. Sebagai sesuatu yang harus diterima. Berbeda dan beragam itu biasa. Yang tidak biasa adalah memaksa orang agar seragam,” begitu pesan yang disampaikan fasilitator Program Jurnalisme Keberagaman melalui Modul Literasi Keberagaman Melalui Jurnalisme oleh Solopos Institute.

Lembaga riset, pendidikan dan pelatihan jurnalistik itu telah mengadakan workshop yang diikuti ratusan siswa Soloraya selama 10 bulan terakhir. Workshop yang dilakukan di 12 SMP dan SMA/SMK Soloraya itu mengajarkan kepada para siswa dan guru tentang nilai-nilai toleransi dan keberagaman.

Melalui modul yang didesain khusus untuk jenjang SMA dan SMP, Solopos Institute memfasilitasi agar para guru mampu memberikan pemahaman tentang toleransi dan keberagaman secara lebih luwes dan efektif.

Puncaknya Solopos Institute menggelar Festival Jurnalisme Toleransi Keberagaman yang digelar Solopos Institute di Pendapi Gede, Balai Kota Solo, Kamis (27/6/2024).

Serangkaian itu didukung United States Agency for International Development (USAID). Dalam rangkaian pelatihan itu, Solopos menggandeng pimpinan sekolah, para guru, dan siswa.

Melalui serangkaian kegiatan itu, ternyata muncul dalam diri peserta kemauan dan kesadaran untuk menciptakan lingkungan sekolah yang toleran terhadap perbedaan. Sehingga perubahan dan dampak nyata di lingkungan sekolah masing-masing juga dirasa oleh para mereka.

Seperti yang dirasakan oleh Wakil Kepala Bidang Humas SMPN 11 Solo, Vivi Noviantina di lingkungan sekolahnya. Dia mengatakan serangkaian kegiatan workshop sampai acara puncak Jurnalisme Toleransi Keberagaman sangat berdampak. Dia merasa setelah sejumlah siswa mengikuti kegiatan tersebut terdapat perubahan yang lebih baik.

“Terutama para siswa [yang ikut] bisa menjadi virus baik untuk teman-temannya. Kebetulan di sekolah kami yang ikut program jurnalistik itu mereka adalah pengurus OSIS, akhirnya mereka mengambil materi yang diajarkan dan diterapkan untuk program kegiatan mereka,” kata dia.

Dia mengatakan terdapat perubahan perilaku para siswa. Salah satunya yang paling ketara, kata dia, adalah ketika salah seorang siswa ada yang menjadi pelaku perundungan secara verbal kemudian menjadi sadar. Siswa tersebut tidak lagi menormalisasi perilaku perundungan kepada teman sebayanya.

“Kedua, ada salah satu siswa yang mempunyai luka batin dengan keluarganya, kemudian sekarang sudah mulai bisa berdamai dengan luka batin yang dialami. Sekarang malah menjadi siswa yang ceria, padahal dulu dia cenderung penyendiri,” kata Vivi.

Berkaca dari pengalamannya itu, menurut dia, nilai-nilai keberagaman dan toleransi penting untuk diajarkan. Sebab baginya tidak cukup nilai-nilai itu hanya diajarkan di lingkungan sekolah, namun juga di keluarga dan masyarakat.

Hal ini karena kehidupan di masyarakat terkadang menghadapi masalah intoleransi. Yang paling dia kawatirkan adalah mudahnya anak mendapat paham ekstrimisme.

Paham ekstrimisme bisa membuat lingkungan sekitar menjadi tidak kondusif untuk siswa bertumbuh dan berkembang. “Kalau anak-anak hanya dijejali paham-paham ekstrimisme itu nanti kedepan tidak baik untuk negara kita sendiri,” kata dia.

Dia mengatakan sejak awal Indonesia merupakan negara yang sangat beragam. Sudah ada warisan dari para pendiri bangsa tentang nilai-nilai keberagaman dan toleransi misalnya melalui semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

“Saya kira itu perlu dan sangat penting kita wariskan untuk anak-anak kita. Otomatis ketika mereka belajar keberagaman sejak dini, mereka akan memandang bahwa keindahan dan keharmonisan itu bisa terwujud meski berbeda,” kata dia.

Vivi berharap dampak positif dari Jurnalisme Keberagaman ini bisa terus berlanjut. Sehingga bisa berdampak dalam jangka waktu yang panjang. Menurutnya program serupa harus menjangkau lebih banyak sekolah yang ada di Soloraya.

“Program ini mudah-mudah terus berlanjut. Serta cakupannya lebih luas, mungkin sekarang ini baru beberapa sekolah, mungkin bisa dikembangkan ke sekolah lain, itu bisa menjadi agenda rutin agar tidak berhenti sampai sini,” kata dia.

Menurutnya program semacam ini juga bisa menjadi forum bagi siswa Soloraya untuk saling bertemu dan tukar pikiran tentang keberagaman di sekitar. Sebab pada dasarnya remaja SMP dan SMA sederajat memerlukan wadah untuk saling mengekspresikan diri dengan cara yang positif.

Hal serupa disampaikan Acting Deputy Mission Director USAID Indonesia, Farhad Ghaussy mengatakan program seperti ini bisa menjadi contoh positif untuk Indonesia. Terutama dalam melindungi keberagaman ras, suku, agama, dan kelompok minoritas lain dengan sikap toleransi terhadap sesama.

Sebagai negara yang homogen, dia menuturkan betapa penting bagi Indonesia mempertahankan keberagaman tersebut. “Mari kita lindungi nilai-nilai penting untuk memastikan bahwa semua orang merasa diterima dan merasa aman dalam menjalani kehidupan yang baik,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya