SOLOPOS.COM - Bupati Wonogiri, Joko Sutopo, memaparkan problem penanganan stunting saat Rembuk Stunting di Pendapa Rumah Dinas Bupati Wonogiri, Rabu (26/6/2024). (Solopos.com/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Sistem pemantauan data stunting yang tidak konsisten disebut membuat hasil penangangan di Wonogiri berbeda. Angka prevalensi stunting berubah-ubah sehingga membingungkan pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan.

Bupati Wonogiri, Joko Sutopo, mengatakan ada beberapa sistem pemantauan data yang harus digunakan pemerintah daerah atas instruksi Pemeritnah Pusat. Hal itu menunjukkan ada kegagapan dalam penanganan stunting.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Dia memaparkan ada beberapa sistem pematantauan stunting yang meliputi elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (EPPGBM), survei status gizi indonesia (SSGI), dan survei kesehatan Indonesia (SKI). Data stunting di Wonogiri dari tiga sistem pemantauan berbeda-beda.

Berdasarkan EPPGBM prevalensi stunting di Wonogiri 10,79%. Jika berdasar SSGI, prevalensi stunting naik 5%-8%. Sedangkan berdasarkan SKI prevalensi stunting Wonogiri lebih dari 19%. Sementara itu, jika dilihat dari sistem pemantauan internal Pemkab Wonogiri, Cinta Mutiara Keluarga, angka stuning hanya sekitar 4%.

“Sekarang pakai SKI. Dulu EPPGM, SGi,” kata Joko Sutopo kepada wartawan di Pendapa Rumah Dinas Bupati Wonogiri, Rabu (26/6/2024)

Pria yang akrab disapa Jekek itu menyebut, dengan sistem pemantauan yang berubah-ubah, maka terjadi kontradiksi di daerah.

Alih-alih menurunkan jumlah stunting, saat ini malah prevalensi stunting naik. Dia berharap kondisi ini bisa dicermati bersama agar ada data tunggal.

Menurutnya, jika ada beberapa daerah yang tidak optimal dalam menginput data stunting di EPPGBM, maka daerah itu yang dievaluasi.

Bukan malah membuat sistem pemantauan baru yang membuat daerah lainnya bingung. Padahal daerah itu sudah konsisten dalam menginput data.

“Harusnya konsisten dong. Misalnya kementerian mengevaluasi penggunaan EPPGBM, ternyata ada 60 wilayah yang belum input [data stunting]. Yang diintervensi harusnya yang belum input itu, bukan sistemnya yang diganti,” ujarnya.

Dengan kondisi itu, kata Jekek, tidak berani menargetkan secara khusus penurunan angka stunting. Dalam waktu dekat, pihaknya akan berkoordinasi dengan dinas teknis terkait soal penanganan stunting. Hasil dari rembug stunting itu akan digunakan untuk pengambilan kebijakan.

Wakil Bupati Wonogiri, Setya Sukarno, menyebutkan ada kenaikan angka stunting di Wonogiri. Pada 2022 tingkat prevalensi stunting sebanyak 10,64%, kemudian pada 2024 naik menjadi 10,79%. Atas kondisi itu, perlu ada intervensi di wilayah-wilayah tertentu yang memiliki tingkat prevalensi stunting tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya